Kaltimdaily.com, Samarinda – Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim angkat suara soal wacana revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Guru yang lagi dibahas di Komisi IV DPRD Kota Samarinda.
Mereka gak nolak aturan yang melindungi guru, tapi mempertanyakan dasar hukumnya.
Kuasa Hukum TRC PPA Kaltim, Sudirman, menegaskan kalau kasus pelecehan yang sempat viral bukan kriminalisasi profesi guru, melainkan murni tindak pidana yang harus diproses hukum.
“Kami setuju kalau guru dilindungi, tapi kalau alasan revisi Perda ini karena kasus yang viral kemarin, itu jelas keliru. Kasus itu adalah tindak pidana oleh oknum guru, bukan bentuk kriminalisasi profesi mereka,” tegas Sudirman, Selasa (25/3/2025).
Sudirman menjelaskan, di dua sekolah di Samarinda Utara dan Samarinda Ilir, ada delapan anak yang jadi korban dugaan pelecehan oleh oknum guru. Bahkan, tindakan pelaku gak cuma sekadar sentuhan fisik, tapi sampai ke tindakan yang lebih serius.
“Faktanya, ada aksi mencium dan meremas tubuh korban di dekat toilet sekolah. Ini jelas tindak pidana, bukan sekadar kasih sayang seperti yang diklaim sebagian orang,” tegasnya.
Ia juga menyayangkan sikap anggota dewan dan perwakilan guru yang ikut bicara tanpa mendengar langsung dari para korban. Sudirman pun menantang mereka untuk turun langsung ke lapangan.
“Kami minta anggota dewan atau perwakilan guru jangan cuma bicara dari balik meja. Coba temui para korban langsung biar tahu kebenarannya,” tambahnya.
Sudirman juga memastikan TRC PPA Kaltim selalu mengikuti prosedur hukum. Semua laporan yang mereka buat sudah dikonsultasikan dengan aparat kepolisian dan dilengkapi bukti kuat.
“Kasus ini viral karena mediasi yang ditolak orang tua korban. Kalau memang ada bukti bahwa guru dikriminalisasi, tunjukkan! Jangan sampai aturan ini malah mengabaikan hak-hak korban,” tutupnya.
Saat ini, revisi Perda Perlindungan Guru masih dalam pembahasan di DPRD Kota Samarinda. Diharapkan aturan ini bisa memberikan perlindungan hukum yang adil, baik untuk guru maupun murid.
Masyarakat pun berharap agar kebijakan ini gak dibuat secara terburu-buru. Semua pihak harus dilibatkan, terutama korban, agar aturan yang dihasilkan benar-benar adil dan berpihak pada keadilan. (YN)