Kaltimdaily.com, Samarinda – Aksi demo dari Aliansi Mahasiswa Kalimantan Timur Bergerak (Makara) di depan DPRD Kalimantan Timur, Samarinda, pada Senin (26/8) berujung ricuh.
Sejumlah mahasiswa mengalami luka-luka, beberapa di antaranya bahkan harus dilarikan ke rumah sakit. Ada yang cedera kaki, ada juga yang dislokasi bahu.
Kejadian ini memanas saat beberapa mahasiswa mencoba memanjat pagar DPRD Kaltim, yang langsung memicu ketegangan dengan aparat.
Salah satu aktivis Aksi Kamisan Kaltim sempat merekam momen dramatis di mana seorang demonstran tersungkur karena terkena pukulan dari aparat. Meski begitu, mereka yang sempat diamankan akhirnya dilepaskan setelah dimintai keterangan.
Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Ary Fadi, langsung merespons kejadian ini. Ia berjanji akan mencari oknum aparat yang terbukti melakukan kekerasan.
“Sedang dicari provost. Kalau benar ada pemukulan, bakal ditindak tegas. Yang sempat diamankan udah dipulangkan,” kata Ary usai demo.
Dalam aksi ini, Ary juga menjelaskan bahwa pihak kepolisian sebenarnya sudah memberi peringatan agar massa membubarkan diri karena waktu menyampaikan pendapat berakhir pukul 18.00 WITA.
Namun, situasi memanas sehingga mobil water cannon dikerahkan untuk mengendalikan massa. Ary menegaskan, pasukan Dalmas tetap dalam formasi dan tidak melakukan pemukulan.
Aksi ini ternyata bukan cuma diikuti mahasiswa, ada juga aktivis organisasi masyarakat sipil hingga siswa STM yang ikut turun ke jalan.
Meski sudah berjam-jam berorasi, mereka tak berhasil masuk ke gedung dewan, dan tak ada legislator yang muncul untuk menemui massa.
Humas Makara, Muhammad Aspari Abidin, menjelaskan bahwa tuntutan mereka adalah refleksi dari kegelisahan rakyat.
“Kami mendesak DPRD untuk tidak tinggal diam dan mengambil langkah nyata memperjuangkan hak-hak rakyat,” ujarnya di tengah-tengah aksi.
Dalam orasinya, demonstran menyuarakan beberapa tuntutan krusial seperti pengesahan RUU Perampasan Aset, RUU Masyarakat Adat, dan penolakan Hak Guna Usaha (HGU) atas 26 ribu hektare lahan tambang di Kaltim.
Mereka juga mendesak Presiden Jokowi dan DPR RI bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan rakyat serta mengecam tindakan represif aparat terhadap massa aksi di berbagai daerah.
Aspari menambahkan, meski isu ‘Kawal Putusan MK’ bukan menjadi tuntutan utama dalam aksi ini, namun mereka tetap menggaungkannya sebagai bentuk kewaspadaan agar pemerintah tidak mengeluarkan regulasi baru yang merugikan rakyat.
“Kita tetap harus kawal sampai tuntas,” tegasnya.
Aksi demo ini ternyata bukan hanya terjadi di Samarinda. Gelombang demo serupa juga terjadi di berbagai kota besar lainnya seperti Jakarta, Makassar, Padang, dan Semarang.
Aksi-aksi ini merupakan reaksi dari langkah Baleg DPR yang mendorong revisi UU Pilkada, meskipun akhirnya, revisi tersebut batal disahkan karena rapat paripurna tidak mencapai kuorum. (*)