Samarinda, Kaltimdaily.com – Musyawarah Daerah (Musda) XIV Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kalimantan Timur 2025 kembali mencerminkan wajah buram demokrasi kepemudaan. Alih-alih menjadi ruang konsolidasi ide dan gagasan pemuda, forum ini justru dinilai sarat kejanggalan dan minim keterbukaan.
Ketua TIDAR Kaltim sekaligus Ketua BKPRMI Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi, tak menutupi kekecewaannya. Menurutnya, Musda yang seharusnya jadi wadah pendewasaan politik justru berbelok menjadi arena pengkondisian jabatan.
“Harusnya KNPI sebagai wadah berprosesnya pemuda-pemudi dalam rangka pendewasaan politik tidak melakukan hal-hal yang mencederai proses demokrasi dalam berorganisasi,” tegas Reza, Jumat (19/9/2025).
Lebih mencengangkan lagi, dari 191 Organisasi Kepemudaan (OKP) yang terdaftar resmi di bawah naungan KNPI versi Ryano Panjaitan, hanya sekitar 70-an OKP yang diakomodir. Artinya, lebih dari seratus OKP kehilangan hak suara—termasuk yang memiliki legalitas penuh seperti TIDAR dan BKPRMI Kaltim.
“Kalau tidak terbuka seperti ini, buat apa diadakan Musda? Sama saja ini pengkondisian untuk menduduki sebuah jabatan. Kalau begini, kejadian seperti ini akan terus berulang,” sindirnya.
Reza menilai, pola semacam ini hanya akan memperdalam fragmentasi pemuda Kaltim. Bukan memperkuat persatuan, Musda malah menjadi panggung mempertebal ego sektoral.
“Hal seperti inilah yang membuat sulit bersatunya pemuda di Kaltim melalui KNPI, karena ada ego di antara masing-masing,” tambahnya.
Kritik pedas ini membuka kembali luka lama KNPI: dualisme kepemimpinan, tarik-menarik kepentingan, hingga absennya transparansi. Pertanyaan pun kembali menggema: apakah KNPI masih layak disebut rumah besar pemuda, atau sekadar panggung politik praktis untuk segelintir pihak yang bernafsu mengamankan kursi?
Satu hal yang jelas, jika praktik ini dibiarkan, Musda KNPI Kaltim hanya akan menjadi rutinitas formalitas tanpa makna, meninggalkan generasi muda yang seharusnya disatukan justru semakin tercerai-berai.(Yan)