Kaltimdaily.com – Di tanah yang katanya subur, di bawah langit yang terhampar, kita berdiri. Menyaksikan segala janji yang tak pernah sepenuhnya dipenuhi, tapi selalu diulang.
Begitu banyak yang berusaha meraih impian, tapi banyak juga yang terjatuh dalam jurang ketidakpastian. Pengangguran. Angka yang terus merayap, menakutkan seperti bayangan gelap yang enggan pergi.
Tersembunyi di balik angka-angka itu, ada cerita manusia. Cerita mereka yang berusaha keras meski tak ada tempat bagi mereka untuk bertahan. Ada yang berlomba mengejar pendidikan, berharap ijazah menjadi tiket emas untuk pintu pekerjaan yang selalu tertutup rapat. Namun, setiap kali mereka menggapainya, pintu itu hanya terbuka sedikit, cukup untuk menyaksikan peluang yang begitu kecil dan terlalu jauh.
Ada yang berusaha bangkit dari keterpurukan, hanya untuk dipukul mundur oleh realitas keras dunia kerja yang semakin menuntut keahlian khusus.
“Keterampilanmu tak cukup,” kata mereka. “Harus punya pengalaman,” tambah mereka, seraya memberikan beban berat yang tak pernah selesai.
Namun, tentu saja, pemerintah tetap punya cara untuk memberi harapan. Rencana, program, dan janji—semuanya tertata rapi di atas kertas. “Akan ada lebih banyak lapangan kerja,” kata mereka dengan penuh keyakinan. Lalu mereka melupakan bahwa lapangan kerja tak datang hanya dengan kata-kata manis. Itu harus ditanam dengan darah, keringat, dan air mata, oleh mereka yang tak pernah berhenti berusaha.
Kita tak perlu menunggu keajaiban untuk datang. Kita hanya perlu membuka mata dan menyadari bahwa pengangguran bukanlah masalah yang bisa diselesaikan dengan hanya berharap. Perlu ada aksi nyata. Pekerjaan bukan hanya tentang angka statistik, itu tentang kehidupan nyata, tentang mereka yang tidur dengan perut kosong, tentang mereka yang pagi-pagi berangkat dengan harapan, dan malamnya pulang tanpa membawa apapun.
Kita berputar dalam lingkaran. Janji demi janji, tapi lapangan kerja tetap langka. Dan kita? Kita hanya bisa menunggu—menunggu perubahan yang entah kapan datangnya. (*)