Bendera One Piece Viral, Ini Kata Herdiansyah Hamzah
Kaltimdaily.com, Samarinda – Salah satu dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, akhirnya angkat bicara soal viralnya pengibaran bendera One Piece bergambar tengkorak tersenyum ala kru Bajak Laut Topi Jerami.
Menurutnya, apa yang dilakukan warga tersebut bukan bentuk kejahatan, tapi simbol kritik yang seharusnya ditanggapi dengan kepala dingin oleh pemerintah.
Herdi menilai, yang jadi masalah justru pemerintah yang terlalu baperan alias tipis kuping.
“Kalau pemerintah paham arti kritik, mereka harusnya lebih sibuk nanggepin isi kritiknya, bukan malah sibuk cari-cari celah hukum buat kriminalisasi rakyatnya sendiri,” ujarnya.
Menurutnya, bendera One Piece bukan simbol terlarang, apalagi bendera negara lain.
“Gak ada putusan pengadilan yang bilang bendera One Piece itu dilarang, beda cerita kalau yang dikibarin itu lambang ‘palu arit’, itu baru jelas-jelas dilarang,” tegasnya.
Dia juga menjelaskan kalau secara hukum, sah-sah aja mengibarkan bendera lain asal gak lebih tinggi dari bendera Merah Putih.
“Dan selama gak langgar norma, gak ada yang perlu diributin,” lanjutnya.
Herdi bahkan mengingatkan soal Pasal 28E UUD 1945 yang menjamin kebebasan berpendapat dan berserikat.
Dia khawatir kalau pemerintah malah sibuk ngejar-ngejar masyarakat yang ngasih kritik, itu justru bertentangan sama konstitusi.
“Rezim sekarang kayaknya makin baper. Tipis telinga, tapi tebal muka. Ciri khas rezim otoriter tuh emang suka banget memidanakan rakyatnya sendiri,” sentilnya.
Alih-alih jaga demokrasi dan menjamin kebebasan berpendapat, kata Herdi, pemerintah malah sibuk cari-cari pasal untuk ngejerat rakyat.
——
Fenomena bendera One Piece yang viral ini sebenarnya membuka mata kita soal betapa sempitnya ruang kritik di negeri sendiri.
Alih-alih dilihat sebagai kreativitas dalam menyampaikan pesan, simbol justru dianggap ancaman.
Padahal, dalam era demokrasi, kebebasan berekspresi harusnya jadi ruang terbuka, bukan ladang kriminalisasi.
Sudah saatnya pemerintah belajar bedain mana kritik dan mana ancaman.
Jangan cuma karena simbol lucu dari anime, lalu buru-buru pakai pasal karet buat menakut-nakuti warga.
Kalau rakyat makin takut bicara, lantas demokrasi kita tinggal cerita. (*)